Tuesday, September 7, 2010

PAHIT KEHIDUPAN ITU UMPAMA GARAM


Suatu pagi, seorang anak muda yang dirundung malang bertemu dengan seorang tua yang bijaksana. Langkah anak muda itu lunglai dan air mukanya kelihatan pucat tidak bermaya serta seperti orang yang tidak bahagia.

Tanpa mmebuang waktu, anak muda itu menceritakan semua masalahnya. Impiannya tidak tercapai dan gagal dalam kehidupan dan percintaan sambil Pak Tua yang bijaksana itu mendengarnya dengan teliti dan seksama.

Pak Tua itu kemudian mengambil segenggam garam dan meminta anak muda itu mengambil segelas air. Dia menabur garam itu kedalam gelas sebelum diaduk-aduk.

“Cuba, minum ini dan katakana bagaimana rasanya…” kata Pak Tua tersebut. “Asin sampai pahit dan pahit sekali,” jawab anak muda itu sambil meludahkan ke sisinya, sedangkan Pak Tua itu tersenyum melihat teletah tamunya.

Kemudian, dia mengajak tamunya itu untuk berjalan ke tepi telaga didalam hutan berdekatan dengan tempat tinggalnya. Mereka berjalan beriringan dan akhirnya sampai ke tepi telaga yang tenang itu.

Pak Tua itu menabur segenggam garam ke telaga itu dan menggunakan sepotong kayu untuk mengacau dan mencipta riak air yang mengusik ketenangan telaga itu.

“Cuba ambil air dari telaga ini, dan minumlah.”. Sebaik anak muda itu selesai meneguk air, Pak Tua berkata : “Bagaimana rasanya ?”. “Segar” jawab anak muda itu. “Apakah kamu rasa asin garam didalam air itu..?” Tanya Pak Tua lagi. “Tidak” jawab anak muda tersebut. Pak Tua menepuk punggung anak muda itu lalu mengajaknya duduk berhadapan dan bersimpuh di tepi telaga itu.

“Anak muda, dengarlah, pahitnya kehidupan adalah umpama segenggam garam, tidak lebih dan tidak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu sama dan memang akan tetap sama. Tapi, kepahitan yang kita rasakan sangat tergantung dari wadah atau tempat yang kita miliki. Kepahitan itu akan diasaskan daripada perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita.

“jadi, saat kamu rasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang boleh kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu. Luaskan wadah pergaulan supaya kamu mempunyai persekitaran hidup yang luas. Kamu akan banyak belajar daripadanya.” Kata Pak Tua tersebut.

Pak Tua itu terus memberikan nasihat dengan berkata “Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.”

Lalu, kedua-duanya pulang. Mereka sama-sama belajar pada hari itu. Pak Tua, si bijak itu, kembali menyimpan “segenggam garam” untuk anak muda yang lain, yang sering datang padanya dengan membawa keresahan jiwa.”

No comments: